cinta selalu mencari...
dan menemukan jalannya
“Kau terlalu mencintainya, tapi tak menyadari bahwa jiwa
setiap laki-laki adalah petualang. Bahwa ia selalu menjadi burung liar yang ingin terbang ke mana pun sebelum akhirnya menemukan sarang yang menyimpan hatinya. Sekali kau simpan hatinya, dia tidak akan pernah terbang lagi. Andai pun pergi, dia akan selalu kembali padamu.” —Melepas Ranting Hati
“Geld!” suara Ime terdengar lirih.
Langkah Geld terhenti. “Ya?” “Mau antarin aku?” Ime menatapnya tenang. “Ke mana?” “Cari kartu valentin!” mata Ime tersenyum. “Kartu warna apa yang kamu suka?” “Jadi?” mata Geld berkilat. Ime mengangguk... —Di Ambang Hari Valentin
“Kalau kamu buang obatku, kamu yang sakit. Tapi kalau kamu
buang bunga itu, aku yang sakit,” gumam Geld hampir tak terdengar. “Aku tidak membuangnya, justru datang mau mengucapkan terima kasih,” bantah Mera. “Cuma itu?” Mera kelabakan... —Lembah Kali Kuning
Momen ini sudah terpikirkan sebelumnya dalam pikiran Lare, gadis yang tidak suka alpukat ataupun kopi, bahwa Karin akan mendatanginya membahas hubungannya dengan Giri.
Tiga tahun hubungan Karin dengan Giri ternyata tidak berlalu dengan baik. didasari sifat Karin yang terlalu protektif mengekang kebebasan Giri sebagai lelaki.
Hadirnya Lare di antara kisah percintaan mereka tak urung membuat Karin resah, sudah pasti ia tidak akan mau kehilangan lelaki yang sangat dicintainya itu. Namun mengapa Giri memilih Lare? Apa yang bisa diberikan Lare sehingga ia menggeser posisi Karin di hati Giri? Siapa yang akan mundur dalam mendapatkan hati Giri, Akankah Karin atau Lare?
Ini adalah sebuah kisah yang menjadi judul utama dalam Buku karya Mbak Sanie kali ini, Melepas Ranting Hati. Buku yang terdiri dari 12 cerita pendek tentang cinta, kehidupan, mimpi, taruhan dan pilihan ini menawarkan sisi lain romansa manusia.
Sayangnya ada banyak inti cerita yang diulang lagi di cerita dengan judul berbeda. Apalagi diletakkan dalam susunan yang berurutan, ini membuat saya sebagai pembaca jadi berpikir, ‘Tunggu. Kok ceritanya gini lagi? Kok kalimat percakapannya hampir sama?’
“Kalau kau tidak bisa memilih, kami yang akan menentukan.”-Hal.34
“Kalau begitu, kami yang akan melakukannya -Hal.48
Atau dua cerita yang berbeda dengan tokoh utama yang namanya sama. Sebut saja Giri di ‘Melepas Ranting Hati’ dan muncul lagi di ‘Kidung Hutan Cemara’. Atau Geld di ‘Di Ambang Hari Valentin’ dan ‘Lembah Kali Kuning’. Serta adanya kejanggalan nama tokoh dalam cerita berjudul ‘Anyelir Putih’, sebenarnya bernama Kenanga atau Mega?
“Kenanga menggelengkan kepalanya. Matanya muram. Hans tahu, Mega kecewa sekali padanya.”-Hal. 80
Serta bunga anyelir putih yang tiba-tiba menjadi pokok cerita tanpa diketahui darimana asal mula kisahnya. (Entah ini kekeliruan dalam meng-cut cerita dengan sengaja atau tidak)
Tapi dari semua cerita pendek di buku ini, ada satu yang paling saya suka, yang berjudul ‘Camar Terakhir’. Latar cerita di pantai seakan memberi kesegaran saya dari cerita –cerita sebelumnya yang sering menyuguhkan episode memanjat gunung. Pesan kesungguhan dan semangat yang diceritakan lewat tokoh utamanya juga membuat warna lain cerita tentang cinta di buku ini.
Dengan bahasanya yang puitis dan pesan-pesan yang terselip di dalam cerita, Mbak Sanie terampil dalam mengolah kata demi kata ceritanya.
Sebuah pesan yang saya temukan di halaman 153, contohnya.
“Kamu benar. Untuk bisa dihargai, seseorang harus punya harga diri.”
3 bintang untuk buku ini. Buku yang asyik untuk dinikmati terlebih bagi Anda para pencinta suasana pegunungan yang menjadi latar cerita.
|
Selasa, 27 Maret 2012
Melepas Ranting Hati
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar